LATAR BELAKANG
Rendahnya status gizi masyarakat masih banyak dialami oleh beberapa negara berkembang, termasuk di Indonesia. Faktor yang ditimbulkan akibat kurang gizi ini sebenarnya dapat dicegah melalui intervensi dari negara yang bersangkutan/ negara yang sedang berkembang (Depkes RI, 2005).
Salah satu masalah kurang gizi di Indonesia adalah Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), yang merupakan masalah serius bagi masyarakat mengingat dampak yang ditimbulkan bagi kelangsungan hidup dan kualitas sumber daya manusia (Depkes RI, 2005). Gangguan yang akan segera nampak adalah adanya pembesaran kelenjar gondok. Menurut Satoto dalam Warta Gaky (2002: 6) gangguan kurang yodium yang lain dapat berupa gangguan mental, kelemahan fisik, keterlambatan pertumbuhan, kegagalan reproduksi, kerusakan perkembangan sistem syaraf, peningkatan kematian anak/ risiko terjadinya abortus. Semua gangguan yang terjadi dapat mengakibatkan pada rendahnya prestasi balajar anak usia sekolah, rendahnya produktivitas kerja pada orang dewasa serta munculnya berbagai masalah ekonomi masyarakat yang dapat menghambat pembangunan (Depkes RI, 2005).
Survey secara nasional kejadian GAKY yang dilakukan pada tahun 2003 terhadap anak SD menunjukkan bahwa 35,8% kabupaten adalah endemik ringan, 13,1% kebupaten endemik sedang, dan 8,2% kabupaten endemik berat. Prevalensi kejadiaan gondok pada anak sekolah dasar tahun 2003 di Indonesia memiliki angka Total Goitre Rate (TGR) sebanyak 44,9% (Depkes RI, 2005).
Pemerintah telah melakukan upaya penanggulangan GAKY melalui dua cara, yaitu jangka pendek dan jangka panjang. Distribusi kapsul minyak beryodium kepada seluruh wanita usia subur (termasuk ibu hamil dan ibu menyusui), serta anak sekolah dasar di kecamatan- kecamatan endemis berat dan sedang sebagai upaya jangka pendek, serta penggunaan garam beryodium dalam makanan sehari-hari sebagai upaya jangka panjang (Dinkes Prop. Jawa Tengah, 2004).
Hasil monitoring yang dilaksanakan oleh Balai Pemantauan Obat dan Makanan (POM) pada tahun 1991/1992 menunjukkan mutu garam beryodium yang memenuhi syarat kadar yodium (> 30 ppm) sebesar 22,8%, pada tahun 2000 menunjukkan mutu garam beryodium yang memenuhi syarat kadar yodium (>30 ppm) sebesar 60%, dan meningkat menjadi 68,6% pada tahun 2003 (Depkes RI, 2005: 1). Walaupun terdapat kecenderungan peningkatan dalam pemakaian garam beryodium, namun hasil belum memenuhi harapan yaitu dimana 90% penduduk telah mengkonsumsi garam beryodium (Depkes RI, 2005).
Hasil survey konsumsi garam beryodium tingkat rumah tangga secara nasional pada tahun 2002 menunjukkan bahwa 68,53% rumah tangga mengkonsumsi garam dengan kandungan yodium >30 ppm. Tahun 2003 sebanyak 73,24% rumah tangga yang mengkonsumsi garam dengan kandungan yodium > 30 ppm. (Depkes RI, 2005).
No comments:
Post a Comment