Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan hak asasi karyawan dan merupakan salah satu syarat untuk dapat meningkatkan produktivitas kerja karyawan. Selain itu, K3 juga merupakan salah satu syarat untuk memenangkan persaingan bebas di era globalisasi dan pasar bebas Asean Free Trade Agrement (AFTA), World Trade Organization (WTO) dan Asia Pacipic Economic Community (APEC).
Ergonomi secara nyata telah memberi dampak terhadap kehidupan manusia sehari-hari, mulai dari rumah dan sampai ke tempat kerja di industri. Pendekatan dan evaluasi ergonomi banyak diaplikasikan dalam banyak hal. Mulai dari perancangan produk, fasilitas kerja dan tempat kerja (work stations/places) dengan sasaran untuk menambah efektivitas, efisiensi dan produktivitas tenaga kerja (Sutjana, 2006; Wignjosoebroto dkk, 2006).
Kemenakertrans pada tahun 2009 mencatat terjadi 96.314 kasus kecelakaan kerja dengan rincian 87.035 sembuh total, 4.380 cacat fungsi, 2.713 cacat sebagian, 42 cacat total dan 2.144 meninggal dunia, sedangkan pada tahun 2010 terjadi 86.693 kasus kecelakaan kerja dengan rincian 78.722 berhasil sembuh total, 3.662 cacat fungsi, 2.313 cacat sebagian 31 cacat total dan 1.965 meninggal dunia. Data lain (Jamsostek) menunjukkan pada tahun 2009 terdapat 17 tenaga kerja mengalami cacat fungsi akibat kecelakaan kerja setiap harinya. Selain itu, 10 tenaga kerja mengalami cacat sebagian, dan 0.2 tenaga kerja mengalami cacat total akibat kecelakaan kerja setiap harinya. Bahkan dari angka statistik yang ada, sebanyak 8 tenaga kerja meninggal akibat kecelakaan kerja setiap harinya (Kemenakertrans, 2011; Jamsostek, 2011).
Kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dapat terjadi karena kondisi berbahaya, pengamanan yang tidak sempurna, kesalahan tenaga kerja yang bersangkutan, dan pengambilan posisi yang salah dan tidak aman. Terkait hal ini, terjadi 57.626 (58.15%) kasus kecelakaan dan penyakit akibat kerja dikarenakan faktor kondisi bahaya dan pengamanan yang tidak sempurna. Faktor kesalahan tenaga kerja bersangkutan dan pengambilan posisi yang tidak aman mencapai 31.776 kasus atau sebesar 32.06 persen (Jamsostek, 2011).
Menurut Departemen Kesehatan RI penerapan ergonomi di tempat kerja adalah bertujuan agar pekerja pada saat bekerja selalu dalam keadaan sehat, nyaman, selamat, produktif, dan sejahtera, atau dengan kata lain ergonomi ditujukan untuk “fitting the job to the worker”. Oleh karena itu penerapan prinsip-prinsip ergonomi sebagai bagian dari K3 di perusahaan merupakan hal yang sangat penting karena akan mampu meningkatkan kesehatan dan keselamatan tenaga kerja sekaligus meningkatkan produktivitas kerjanya (Depkes RI, 2008; Sutjana, 2006).
Problematik kerja yang sering dialami manusia seperti eyestrain, headaches and musculoskeletal disorders akan bisa dicegah melalui pendekatan ergonomi. Begitu juga kinerja optimal akan bisa dipenuhi manakala peralatan/ fasilitas kerja, stasiun kerja, produk dan tata cara kerja bisa dirancang dan disesuaikan dengan pendekatan dan prinsip-prinsip ergonomi. Pengingkaran terhadap prinsip-prinsip ergonomi akan menghasilkan berbagai masalah seperti injuries and occupational diseases, increased absenteeism, higher medical and insurance costs, increased probability of accidents and human errors, higher turnover of workers, less production output, lawsuits, low-quality of work, less spare capacity to deal with emergencies, dan lain-lain (Wignjosoebroto dkk, 2006).
PT. Industri Kereta Api (INKA) Madiun merupakan Badan Usaha Milik Negara Industri Strategis (BUMN-IS) yang bergerak dalam bidang manufaktur dan jasa perkeretaapian. PT. INKA dalam menjalankan proses produksinya menggunakan bahan baku utama plate, bahan baku pembantu berupa alkohol, bensin, gas CO2 cair, isolasi kertas, steel GMT, gas Argon, gas Zvertop dan kertas gosok besi serta bahan baku tambahan berupa cat Coppon Mastic Primer and Hard, Cobalt Free Kote, Chopped Strand Mat 50, Pigmen Light Green, Belt Coat 2141-T (Ex), Oil Putty, Katalis Mekpor, Resin-157 BQ TN Ex Yukalac dan Thinner Cat Nax Indus PU Nex (Rendyanto, 2010).
Selain penggunaan bahan baku digunakan pula sarana-sarana pendukung untuk menunjang kelancaran proses produksi antara lain penyediaan air, penyediaan udara, listrik dari PLN, dan bahan bakar berupa bensin dan solar. Proses produksi di PT. INKA dilakukan secara bertahap oleh bagian pengerjaan plat, bagian perakitan, bagian pengecatan, bagian pemasangan komponen, bagian permesinan, bagian interior dan didukung oleh bagian quality control, bagian perencanaan dan pengendalian produksi serta bagian quality assurance.
- Bagian pengerjaan plat melakukan proses-proses pemotongan plat, pengelasan, minor assembling I, dan minor assembling II. Pekerjaan di bagian pengerjaan plat ini dilakukan melalui proses-proses welding, grinding, reforming, drilling, laser cutting, sawing, punching dan bending.
- Bagian perakitan dibagi menjadi 6 unit kerja dengan pembagian kerja yaitu perakitan 1 melaksanakan perakitan under frame dan side wall, perakitan 2 melaksanakan perakitan end wall dan root, perakitan 3 melaksanakan perakitan car body, perakitan 4 melakukan reforming minor assembling yang telah jadi, perakitan 5 melakukan partisi dan sealing, dan perakitan 6 melakukan perakitan bogie.
- Bagian pengecatan terdapat beberapa proses pekerjaan yaitu grid blasting, pengecatan awal, bitominous, pendempulan, cat dasar II, dan top coat I dan top coat II.
- Bagian pemasangan komponen melaksanakan proses pekerjaan pemasangan komponen-komponen kereta dan juga produk diversifikasi.
- Bagian permesinan mengerjakan proses-proses machining seperti bubut (milling), scraping, drilling dan sebagainya untuk menyiapkan single part dan pemilihan yang sesuai dengan benda kerja yang diinginkan seperti melakukan pembuatan barang berbentuk center sill, pen dan silindris.
- Bagian Interior mengerjakan proses akhir dari produksi. Dalam unit ini dilakukan pemasangan dinding, instalasi listrik, lampu, kursi, tempat barang, pintu, jendela dan lavatory (Rendyanto, 2010).
Berdasar rangkaian proses kerja tersebut, potensi bahaya di tempat kerja pada PT. INKA antara lain bahaya listrik/ tersengat listrik, terpeleset dan terjatuh, terluka/ tergores, terpotong, terbentur, terjepit dan tertimpa, tabrakan atau tertabrak, kebakaran dan peledakan, kebisingan, penerangan, dan bahaya debu dan zat kimia. Aspek ergonomi yang harus diperhatikan dalam proses produksi antara lain adalah jam kerja, sikap kerja, kondisi lingkungan kerja yang meliputi kondisi mesin, kondisi lantai kerja, penempatan material, dan alat angkat dan angkut.
Banyak produk dan/atau mesin/peralatan kerja yang digunakan di industri tidak tepat/layak dioperasikan karena persoalan ketidaksesuaian dimensi antropometri. Perbedaan ukuran anggota tubuh (antropometri) yang dipakai dalam menentukan dimensi-dimensi perancangan (industrial machinery, equipment, tools, dll) akan memberikan konsekuensi-konsekuensi ergonomi (ergonomic consequences) yang mengakibatkan rendahnya produktivitas, kualitas, K3 dan persoalan serius lainnya. Oleh karena itu diperlukan evaluasi ergonomi untuk mengetahui apakah rancangan desain alat/ mesin/ stasiun kerja telah sesuai dengan prinsip ergonomi guna melakukan intervensi seperti perancangan ulang (redesigned) ataupun modifikasi untuk meningkatkan efektifitas, efisiensi, kenyamanan, kesehatan dan keselamatan kerja yang pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas perusahaan (Wignjosoebroto dkk, 2006).
download full proposal:
cover
isi proposal
check list
daftar pustaka